SEJARAH SASTRA DUNIA
Sastra (Sanskerta: शास्त्र,
shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti
"teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata
dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
"kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada
semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan,
sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di
sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang
dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Sastra mulai berkembang saat
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Puncaknya, termasuk dalam perdagangan, terjadi
pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid dan putranya, Al Ma’mun. Para
sastrawan masa itu banyak melahirkan karya besar. Bahkan, mereka juga
memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sastra pada masa pencerahan di
Eropa.
Philip K Hitti dalam bukunya History
of The Arabs mengatakan, pada masa itu sastra mulai dikembangkan oleh Abu
Uthman Umar bin Bahr Al Jahiz. Ia mendapatkan julukan sebagai guru sastrawan
Baghdad. Al Jahiz dikenal dengan karyanya yang berjudul Kitab Al Hayawan atau
Kitab Hewan. Ini merupakan sebuah antologi anekdot binatang, perpaduan rasa
ingin tahu antara fakta dan fiksi. Ia pun menulis karya lain Kitab Al Bukhala,
yang merupakan kajian tentang karakter manusia.
Perkembangan sastra ini kemudian
terus berlanjut hingga mencapai masa puncaknya pada sekitar abad ke-10. Bermunculan
nama-nama sastrawan yang memiliki pengaruh besar, yaitu Badi Al Zaman Al
Hamadhani, Al Tsa’alibi dari Naisabur, dan Al Hariri. Al Hamadhani dikenal
sebagai pencipta maqamat, sejenis anekdot yang isinya dikesampingkan oleh
penulisnya untuk mengedepankan kemampuan puitisnya. Namun, dari sekitar 400
yang ditulisnya, hanya ada 52 yang masih bisa ditelusuri jejaknya.
Abu al-’Ala al-Ma’arri yang hidup
antara 973 hingga 1057 Masehi merupakan sosok lainnya. Ia menjadi salah satu
rujukan para sarjana Barat. Puisi-puisi yang ia ciptakan menunjukkan adanya
perasaan pesimis dan skeptisme pada zaman ia hidup. Perkembangan sastra ini
juga memberikan pengaruh kepada Spanyol.
William Jones, adalah orang pertama
yang mengenalkan dunia barat dengan sastra Arab Jahili melalui bukunya Poaseos
Asiaticae Commen tarii Libri Sex atau penjelasan Mu’allaqaat As-Sab’a yang
diterbitkan tahun 1774 M.
Sastra dunia adalah sastra-sastra
nasional atau regional yang mungkin dikenal di kancah dunia. Dengan cara ini
tampaknya kita bisa menggolongkan “sastra dunia” berdasarkan seberapa jauh
bahasa-bahasa pembawanya tersebar ke belahan-belahan bumi.
Golongan pertama adalah sastra-sastra
yang ditulis dalam bahasa-bahasa bekas kaum penjajah—bahasa-bahasa Prancis,
Spanyol, Portugis dan—terutama—Inggris. Lagipula, lembaga penerbitan di
khazanah bahasa-bahasa itu memang luar biasa kuatnya, sehingga jadilah mereka
agen-agen globalisasi yang kuat. (Maka kita paham kenapa sastra Argentina dan
sastra Brasil mudah ditangkap oleh industri perbukuan di dunia ini.)
Golongan kedua adalah sastra-sastra
yang ditulis dalam bahasa-bahasa yang terpelihara sejak dari masa klasik ke
masa modern—misalnya saja, bahasa-bahasa Arab, Turki, Cina, Jepang. Sementara
itu, minat dunia akademik di Barat terhadap bahasa-bahasa ini juga sudah
melembaga lantaran bangsa-bangsa yang membawa bahasa-bahasa tersebut (pernah)
telanjur kuat dalam sebaran agama, perdagangan, dan diaspora terkait.
Golongan ketiga adalah sastra-sastra
yang ditulis dalam bahasa-bahasa Eropa “pinggiran”—misalnya bahasa-bahasa
Rusia, Finlandia, Swedia, Cek; bahkan bahasa-bahasa Albania, Polandia,
Lithuania. Mereka ini bukan hanya “saudara sepupu” Eropa Barat; dalam lapangan
seni budaya, mereka pernah menyumbang banyak kepada gerakan modernisme
artistik.
Golongan keempat adalah sastra-sastra
dalam bahasa-bahasa setempat yang, betapapun lebih terbaca luas di
negeri-negeri bersangkutan, tertutup (kepada dunia luar) oleh sastra berbahasa
bekas-penjajah, misalnya Inggris. Ini kasus untuk sastra-sastra yang ditulis
dalam bahasa-bahas Hindi, Tamil, Telugu,
Mayalayam, Bengali, Urdu di anak benua India dan Pakistan, misalnya.
Golongan kelima adalah sastra-sastra
nasional yang dijajakan oleh bangsa-bangsa yang bersangkutan ke seluruh dunia,
sebagai bagian dari kiprah mereka sebagai kekuatan ekonomi dan budaya yang
baru. Misalnya saja sastra Korea Selatan dan Cina. (Sebagaimana kita tahu,
Korea Selatan, adalah negeri yang sangat bersistem mengembangkan ekonomi
kreatif.)
Golongan keenam adalah sastra-sastra
yang ditulis dalam bahasa-bahasa nasional yang tidak dikenal dunia; dan
bangsa-bangsa yang bersangkutan pun tidak menjalankan diplomasi budaya yang
genah, yang bisa membuat hasil-hasil seni dan sastra mereka dikenal masyarakat
internasional. Sastra Indonesia termasuk ke golongan ini.
Tokoh-tokoh Sastrawan Dunia:
1. Sir
Walter Scott (1771 – 1832)
2. Emile
Zola
3. Victor
Hugo (1802 – 1885)
4. Alexander
Dumas
5. Charles
Dickens
6. Leo
Tolstoy (1828-1910)
7. Oscar
Wilde (1854 – 1900)
8. Rabindranath
Tagore
9. Rudyard
Joseph Kipling (1865-1936)
10. Maxim
Gorky (1868-1936)
11. Jack
London (1876 – 1916)
12. Frans
Kafka (1883 – 1924)
13. Ernest
Hemingway (1899-1961)
14. John
Ernst Steinbeck (1902-1968)
15. Jean
–Paul Sartre
16. Albert
Camus (1913-1960)
Comments
Post a Comment