Public Speaking
PENGERTIAN PUBLIC SPEAKING
Secara etimologi, kata public berasal
dari bahasa Inggris yang berarti “masyarakat umum” sedangkan speaking adalah
berbicara atau berpidato. Istilah public speaking berawal dari para ahli
retorika, yang mengartikan sama yaitu seni (keahlian) berbicara atau berpidato
Public speaking adalah bentuk
komunikasi lisan baik berupa presentasi, ceramah, pidato atau jenis bicara di
depan umum lainnya untuk menyampaikan sebuah ide, gagasan, pikiran, dan
perasaan secara runtut, sistematis, dan logis dengan tujuan memberikan sebuah
informasi, mempengaruhi bahkan menghibur para audiens. Biasanya orang yang
mempunyai kemampuan public speaking adalah orang yang mempunyai sifat pemimpin.
Kemampuan public speaking atau
berbicara di depan umum adalah kemampuan yang harus dimiliki semua orang. Dengan
membangun kemampuan ini kita dapat meningkatkan kepercayaan diri kita dan juga
memperluas pengetahuan kita, dengan cara ini kita juga dapat mengubah dunia. Adolf
Hitler adalah contohnya, ia adalah tokoh yang sangat cerdik melakukan public
speaking.
SEJARAH PUBLIC
SPEAKING
Sejarah public speaking sendiri telah
dilakukan dari ratusan tahun yang lalu, lebih tepatnya sejak zaman Yunani kuno,
pada tradisi politiknya. Bukti dari keberadaan retorika dapat dilihat dari
peninggalan mesir kuno, terdapat tulisan aturan retorika. Demokrasi sangat
berkembang pada saat itu, jadi semua warga diharuskan mampu berbicara dan
bersaksi di pengadilan, dan mereka bebas untuk mengutarakan pendapat mereka. Warga
juga bisa membawa keluh kesah mereka ke pengadilan dan berdebat atas kasus
mereka. Saat itu tidak ada pengacara hingga seseorang harus mampu berbicara
atas dirinya sendiri atau keluarganya. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang
melakukan retorika pada zaman Yunani kuno:
·
Gorgias dan Protagoras
Gorgias adalah tokoh yang sangat
terkenal pada masanya, ia berpendapat bahwa seorang retorika ahli dapat
berbicara topik apapun secara meyakinkan, walaupun mereka kurang paham atas
topik tersebut. Gorgias juga berpendapat bahwa pemilihan kata sangat berpengaruh
terhadap pendengarnya, permainan kata bisa mendapatkan kesan bagi para
pendengarnya agar selalu diingat. Gorgias dan Protagoras mendirikan sekolah
retorika untuk pertama kalinya, ia melihat peluang seiring Athena sedang
beranjak menjadi negara yang demokratis. Ia berpikir bahwa ini adalah yang tepat
untuk memberikan suatu pelajaran kepada masyarakat agar masyarakat memiliki
kemampuan berbicara yang baik. Ia dan Protagoras mengajarkan teknik-teknik
kepada masyarakat agar menyentuh hati para pendengarnya. Mereka menekankan teknik
tersebut menjadi Bahasa puitis, mereka menamakan kelompoknya sophistai “guru
kebijaksanaan” atau kaum sophis.
·
Demosthenes dan Isocrates
Berbeda dengan Gorgias yang
menggunakan teknik Bahasa yang puitis dan indah, Demosthenes menggunakan teknik
bahsa yang jelas, lugas, dan keras, menggabungkan narasi dan argumentasi. Juga memperhatikan
gaya penyampaiannya kepada pendengarnya. Ia penyampaikan pidatonya dengan
acting. Isocrates berpendapat bahwa retorika tidak dapat dipisahkan dari satra
dan politik. Ia juga mengajarkan bagaimana penyusunan kata yang jernih tanpa
dilebih-lebihkan agar seimbang.
·
Socrates dan Plato
Socrates mengkritik pendapat kaum
sophis atas tekniknya, ia menganggap teknik Gorgias tersebut bagaikan
kecantikan agar memperoleh uang. Plato adalah seorang filsuf besar pada masa
itu yang juga murid Socrates, ia menggunakan teknik bahasa yang meyakinkan agar
menarik pendengarnya terlepas dari kebenaran isinya. Dan ia juga sangat
menentang terhadap pendapat kaum sophis, ia beranggapan bahwa Gorgias adalah
contoh retorika yang salah dan Socrates lah yang benar. Plato menganggap
retorika sebagai alat untuk mencapai Pendidikan, mencapai kedudukan di
pemerintahan dan alat untuk mempengaruhi rakyat.
·
Aristoteles adalah seorang filsuf besar
Yunani yang juga merupakan murid Plato. Ia pun membenarkan pendapat Plato
tentang retorika yang tidak peduli akan kebenaran isinya, namun berbeda dengan
Plato, Aristoteles memandang retorika sebagai sebuah media komunikasi yang
netral. Menurut Aristoteles, seorang pembicara harus mempunyai etika atas apa
yang ia sampaikan. Seorang pembicara harus menjamin atas kebenaran isinya agar
para pendengar tidak mengambil keputusan yang salah nantinya. Pembicara juga
harus menyampaikan secara jelas, singkat, dan meyakinkan, hal tersebut sangat
penting agar membangun hubungan atntara pembicara dan pendengarnya.
Aristoles memiliki 5 langkah dalam
penyususan pidato, atau yang disebut 5 hukum retorika, antara lain:
1. Penemuan:
sebelum melakukan pidato tentu kita harus menemukan topiknya dahulu, mengumpulkan
bahan dan menentukan metode persuasi. Aristoteles juga menyebutkan terdapat 3
metode persuasi, antara lain:
a. Ethos:
kita sebagai pembicara harus menunjukan sifat yang meyakinkan, terhormat, dan
terlihat mempunyai pengetahuan yang luas.
b. Pathos:
kita harus bisa menyentuh hati dan emosi para pendengar.
c. Logos:
harus mempunyai bukti atau contoh atas apa yang kita sampaikan, agai pendengar
percaya dan yakin.
2. Penyusunan:
setelah kita menentukan topik dan mengumpulkan bahan, kita pelu melakukan
penyusunan seperti pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
3. Gaya:
pada penyampaian tentu kita harus memilih kata-kata dan Bahasa yang tepat dan
menarik. Jelas dan meyakinkan agar para pendengar dapat menerima apa yang telah
kita sampaikan.
4. Memori:
kita sebagai pembicara tentu harus mengingat apa yang harus kita sampaikan dan
apa yang telah kita sampaikan.
5. Penyampaian:
pada tahap ini, acting aau Gerakan tubuh dan vokal sangat berperan tinggi agar
para pendengar dapat konsentrasi dan tertarik dengan apa yang kita sedang
sampaikan.
PERKEMBANGAN PUBLIC SPEAKING
Perkembangan
kebudayaan dan perdagangan Yunani kuno menyebabnya menyebarnya pula public speakin
ini ke beberapa penjuru kota. Saat Romawi menjajah Yunani, pemikiran ini
diadopsi oleh masyarakat Romawi dan disebarluaskan bersamaan dengan ekspansi
kerajaan Romawi ke seluruh dunia, terutama Eropa. Perkembangan ilmu pengetahuan
juga menjadi salah satu faktor yang menyebarkan ilmu retorika. Namun berbeda
dengan retorika klasik yang memiliki banyak gaya, retorika ilmu pengetahuan ini
hanya mengandalkan fakta dengan bahasa yang lugas dan tidak mengindahkan
tulisannya agar tidak bertele-tele, karena yang penting adalah keilmuannya.
Pada abad
18 dan 19, klub debat dan diskusi mulai berkembang di Eropa dan Amerika sehinga
kemampuan berbicara didepan umum sudah mulai di kuasai oleh masyarakat awam. Pada
abad 20 dan 21, public speaking mulai menjadi mata kuliah dan mata pelajaran di
universitas dan sekolah menengah. Dengan seiring waktu public speaking telah
berkembang di berbagai bidang. Public speaking juga tidak lagi hanya terbatas
pada komunikasi verbal menggunakan suara dan kata-kata, tapi juga melalui foto,
tulisan, simbol, film, lukisan, bahkan arsitektur bangunan, yang sekarang
dikenal sebagai retorika visual.
Aktifitas
Public Speaking juga menjadi
sangat relevan dalam
kerangka profesionalisme
Public Relation (PR).
Fungsi PR yang
secara umum adalah mempertahankan suatu reputasi.
Berikut ini adalah tokoh-tokoh public speaking pada
abad 20 dan 21, antara lain:
·
Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris
pada masa Perang Dunia II
·
John F. Kennedy, Presiden ke-35 Amerika
Serikat
·
Charles de Gaulle, Ketua Pemerintahan
Sementara Prancis pada masa Perang Dunia II & Presiden Prancis ke-18
·
Martin Luther King, Jr. Pemimpin kelompok
kulit hitam Amerika Serikat yang memperjuangkan kesetaraan antara kelompok
kulit hitam dan kulit putih di Amerika
·
Mahatma Gandhi, Pemimpin kemerdekaan India
·
Sukarno, Presiden 1 Indonesia yang
pidatonya dikenal dapat membuat publiknya berapi-api
REFERENSI
Comments
Post a Comment